Add Me as A Friend in Facebook!

Rabu, 22 Desember 2010

A Man Had Been Truly Happy When He Had Been The Lover Rather Than Beloved

Apakah yang paling kita inginkan?
Uang yang banyak?
Rumah mewah?
Pesawat Jet?

Dan jika kita sudah mendapatkan itu semua, apalagi yang mungkin kita inginkan?

Kesehatan, hubungan yang harmonis, keluarga?

Setelah kita memiliki segalanya;
Apalagi yang mungkin masih kita inginkan?

Jawabannya: ketenangan...

Kita menginginkan ketenangan, kepuasan hati
Agar kita, pada akhirnya, bisa berbahagia!

Lagipula, keinginan itu tiada akhirnya
Kita selalu menginginkan lebih dan lebih
Lebih baik kita mendapatkan kecukupan itu
Perasaan berkecukupan, kepuasan, ketenangan,

Kebahagaiaan...

Berbahagia, sekarang juga!
Pertanyaannya; bagaimanakah itu?

Kapankah yang kita ingat, waktu berbahagia?
Saat mencapai sesuatu, prestasi, kesuksesan?
Atau saat merasakan kala kita dicintai, disayang?

Ternyata jawabannya bukan itu, sebaliknya;
Kita merasa berbahagia; saat kita jatuh cinta!
Kita menjadi sangat bahagia ketika kita mencintai

Inilah solusi spiritual dari problema eksistensial.

Berada pada kesadaran jiwa yang mencinta
Dan melepaskan segala perasaan bukan cinta
Transformasikan semua perasaan menjadi cinta
Bahkan ajari kebencian untuk menjadi rasa cinta

Cintai bayi, cintai diri, cintai bumi, cintai hari
Sepanjang waktu, belajar mencintai semua ini
Biarkanlah segalanya berdaya cinta yang alami

Memasrahkan dan menerima, kalau kita adalah:

Sang Pencinta!!!

Rabu, 01 Desember 2010

Absurdisme: How To Be Happy -anytime&anywhere

Dalam mitologi Yunani; Sisyphus adalah seorang raja yang dihukum di neraka karena menipu kematian. Dia dihukum di neraka oleh para dewa dengan cara mendorong batu besar ke atas gunung yang mana batu tersebut setelah di puncak akan kembali jatuh ke bawah dan Sisyphus harus mendorongnya lagi ke atas, begitu seterusnya -selamanya. Siksaan yang sungguh mengerikan.

Filsuf Albert Camus menuliskan kembali Miitologi Sisyphus dan mengatakan bahwa kita bisa membayangkan bahwa Sisyphus bisa berbahagia dalam siksaannya. Sisyphus, seseorang yang tersiksa selama-lamanya di neraka dan tak bisa kemana-mana kecuali mendorong batu besar ke puncak gunung, ternyata bisa berbahagia.

Kita bisa merefleksikan diri kita, para pekerja di jaman modern ini, sebagai Sisyphus. Kita bekerja sampai sore, lalu pulang beristirahat bagai Sisyphus yang menuruni gunung seiring kejatuhan batunya, dan kembali bekerja lagi keesokan hari seperti Sisyphus yang kembali mendorong batu ke atas puncak. Dengan analogi ini, bisakah kita juga berbahagia dalam keseharian kita?

Albert Camus menggambarkan sesosok manusia absurd yang bisa berbahagia dimanapun dan kapanpun selama dia hidup di dunia ini. Absurdisme adalah filsafatnya yang menjawab adakah manusia menemukan makna hidupnya di dunia ini? Dan yang absurd adalah keinginan mendasar dari manusia yang mendapatkan arti dari kehidupan di alam ini namun semesta tidak bisa memberikan jawaban yang mutlak. Maka manusia absurd adalah manusia yang menerima keabsurd-an/absurditas ini dengan ikhlas. Penerimaan ini akan membebaskannya, dan bisa bahagia disini dan saat ini juga.

Manusia absurd akan melihat bahwa dirinya amat sangat kecil dan hampir-hampir hilang di dalam hamparan galaksi-galaksi yang sangat luas. Bumi yang sangat luas ternyata hanyalah planet kecil yang bagaikan debu di antariksa yang amatlah besar. Di alam semesta yang tiada terkira ini, segala masalah menjadi sangat tidak penting. Manusia absurd tidak akan pernah memusingkan suatu masalah atau apapun, karena segala urusannya tidak ada yang penting bagi alam semesta ini, dan bebaslah dia dari kecemasan.

Manusia absurd menyadari bahwa yang pasti di dunia ini adalah kematian. Dia mengetahui bahwa segala peradaban akan musnah, semua yang berawal akan berakhir, dan tiada yang abadi. Pada akhirnya, segalanya tiada yang penting dan semuanya tidak akan ada artinya lagi. Manusia absurd akan menjalani kehidupannya dengan perasaan penuh syukur karena dia masih hidup dan bisa menikmati kehidupan. Manusia absurd akan menjalani hari dengan gembira, menyantap makanannya dengan lezatnya seakan-akan itu makanan terakhirnya, dan memang bisa jadi. Dia akan menghargai kehidupan dan menghormati sesama, kita semua bisa berpisah kapan saja karena kematian pasti datang tak diketahui pasti. Manusia absurd semaksimal mungkin bersenang-senang dan membuang jauh-jauh kekhawatiran.

Dengan segalanya yang hanya sementara, tiada artinya, dan pasti musnah; manusia absurd tidak mau melekat pada apapun. Segalanya baginya hanyalah ilusi, tiada yang penting, bermakna, dan semuanya sama saja. Melewati segala masa; susah dan senang, manusia absurd akan tetap tenang. Kedamaian akan merekah karena dia bisa melihat semuanya seperti apa adanya, tanpa perlu dilabeli apa-apa dan tiada usah diberi arti apapun. Manusia absurd berbahagia dengan apapun yang dimilikinya tanpa terikat pada apapun, karena apapun pasti kan binasa.

Tanpa kemelekatan, kita tak akan merana. Berbahagia kapanpun dan dimanapun kita berada. Bebas bermain dan merayakan kehidupan yang sementara namun patut kita syukuri ini. Kebahagiaan ada di tangan kita sendiri, tidak tergantung dari luar, dari apapun yang kita punya, atau siapapun yang kita miliki, karena semuanya tidak ada yang abadi, tidak ada yang penting, tidak ada yang berarti. Kebahagiaan ada di dalam diri, berasal dari ketenangan kita, ketidakmelekatan, kebebasan dari segalanya, penerimaan yang ikhlas akan yang absurd...

Bebas berbahagia, sekarang dan disini, kapanpun dan dimanapun juga...