Add Me as A Friend in Facebook!

Selasa, 30 Oktober 2012

Surat Seorang Stoa

Dalam hidup, saya tidak mencari sukses...

Pekerjaan saya di kantor, berkarir sebagai bankir yang tidak berambisi menjadi pengusaha. Saya tidak pernah merasa harus ngoyo dalam mencari uang ataupun pasangan.

Saya menikah bukan mencari bahagia, entah kenapa itu terjadi begitu saja, tapi ternyata menikah membuat saya bahagia. Saya mengganggapnya sebagai takdir atau fatalisme, yang terjadi diluar kendali saya. Apapun yang telah dan sedang terjadi saya terima sebagai ketentuan ilahi atau alamiah yang memang tak bisa diubah dan tak perlu disesali.

Fatalisme saya berasal dari filosofi stoik yang tidak berarti masa depan sudah ditentukan juga dan tidak harus berusaha. Hanya saja, masa lalu yang sudah terjadi dan sedang terjadi sudah tidak bisa diubah jadi lebih baik saya menerimanya sebagai suatu ketentuan atau fatalisme. Untuk masa depan, saya tetap harus berusaha semampu yang saya bisa karena saya tidak bisa memastikan ketentuan atau takdirnya.

Sebagai pembelajar dan pemegang filsafat stoik dalam hidup, saya percaya segala sesuatu yang terjadi memang harus terjadi. Takdir itu diluar kontrol saya. Yang saya bisa kendalikan hanya perilaku dan reaksi emosi saya sendiri. Malah terkadang pikiran-pikiran saya sendiri diluar kendali saya. Dan saya masih dalam tahap belajar mengontrol emosi dengan beberapa teknik stoik.

Filsafat stoik mengajarkan saya kalau hidup yang ideal adalah penuh ketentraman meski tidak selalu berbahagia. Saya tidak mencari kebahagiaan, karena itu cuma sementara. Tapi saya tidak menolak untuk berbahagia dan bersenang-senang kalau itu datang kepada saya.
Yang saya coba minimalisir kalau tidak bisa dihilangkan adalah penderitaan atau perasaan negatif. Saya tidak mengejar bahagia, saya hanya ingin ketenangan pikiran. Serenity. Tranquility. Peace.

Kedamaian pikiran adalah tujuan utama (khususnya dalam filosofi stoicism). Ketenangan pikiran adalah dasar dan inti dari semua keinginan. Kebahagiaan saya sesaat setelah pemenuhan keinginan, sebelum terbentuknya keinginan baru yang mengurangi rasa bahagia dan baru terpuaskan jika keinginannya terpenuhi, begitu seterusnya. Jika keinginan tidak terpenuhi, hati sengsara. Pikiran merana.

Misalnya, kalau kita ingin mobil, rumah, sehat, sebenarnya kalau digali lebih dalam yang kita inginkan adalah kedamaian pikiran. Menginginkan apa yang belum kita miliki membuat kegelisahan pikiran. Baru tenang kalau yang diinginkan sudah dimiliki. Untuk sementara. Lalu keinginan kita semakin meningkat. Semakin sulit terpuaskan. Begitu seterusnya. Keinginan itu idak ada habisnya. Lebih baik kita menghabisi keinginan walaupun sulit.

Yang terbaik selanjutnya adalah saya cukup menginginkan saja apa yang sudah saya miliki. Saya tidak pernah terlalu terobsesi pada keinginan. Contohnya ketika saya ingin berpasangan, saya menikah terjadi begitu saja. Mungkin istri yang sekarang adalah belahan jiwa saya dan anak kami ditakdirkan menjadi guru sekaligus malaikat yang memberikan cahaya penghiburan dalam kehidupan ini. Mereka hadir sudah ditentukan oleh takdir. Saya belajar untuk menerima semuanya apa adanya. Siapa saja yang hadir dalam hidup saya terima. Total Acceptance. Semua sudah ditentukan takdir/karma. Saya ikhlas agar hati damai.

Menginginkan yang sudah kita miliki coba saya praktekkan dengan teknik stoik yang bernama visualisasi negatif. Yaitu dengan membayangkan kalau bisa saja saya mendapatkan yang lebih buruk. Anak yang sakit, istri yang jahat, motor yang rusak, rumah terbakar, tidak punya kerjaan. Segala yang buruk saya ingat-ingat saja tapi tidak untuk dicemaskan.

Imajinasi negatif bukan berarti paranoia. Saya tidak khawatir jadi negative thinking tapi hanya berpikir secara logis bahwa kita bisa mensyukuri apa-apa yang kita punya. Saya jadi lebih bersyukur dengan merenungkan kalau apa-apa dan siapa-siapa yang saya alami di hidup ini bisa saja lebih buruk. Nyatanya, everything is great! I have a wonderful life..

Teknik lain yang sedang saya pelajari semoga sampai mahir adalah teknik menderita sukarela. Dalam agama-agama ada yang namanya berpuasa, bertapa, yoga yang menyiksa. Intinya sama, mencoba untuk meningkatkan kepekaan untuk bersyukur. Misalnya orang yang punya dipan akan menginginkan kasur yang empuk dan orang yang bersandal menginginkan sepatu.

Tapi kepuasan tak ada habisnya. Kasur yang empuk masih ada yang lebih mahal dan lebih bagus lagi. Sepatu pun akan terasa enak di awal-awal, lalu bosan dan menginginkan yang lebih mewah. Jadi saya coba sekali-kali tidur di lantai dan berjalan tanpa alas kaki. Saya jadi bersyukur dan menikmati ranjang dan sepatu murahan saya. Dan banyak contoh lainnya tentang voluntary discomfort ini yang sudah saya coba jalankan seperti berpuasa dan menahan diri untuk mencari simpati, pujian, dll.

Saya juga mencoba teknik dichotomy of control. Bahwa segala masalah dan tantangan yang datang bisa diklasifikasikan ada yang di dalam lingkaran pengaruh dan ada yang diluar kendali saya. Saya cukup melakukan yang terbaik semaksimal yang saya bisa dan tak memusingkan hal-hal yang tak bisa saya ubah. Seperti serenity prayer; berikan kekuatan untuk mengubah apa yang bisa diubah, menerima apa yang tak bisa diubah, dan kebijaksanaan untuk mengetahui perbedaannya.

Jadi kalau ada anggota keluarga atau saya sendiri yang mendapatkan musibah seperti sakit. Saya akan menerimanya dan tak memusingkan mengapa saya mendapatkan sakit ini tapi berusaha apa yang bisa saya lakukan semampu saya untuk sembuh.

Ibaratnya kalau bertanding tenis saya tidak akan memikirkan hasilnya menang-atau kalah itu diluar kontrol saya, yang saya bisa lakukan adalah berlatih sebaik-baiknya dan berkonsentrasi mengeluarkan kemampuan saya. Bersiap-siap dan menyiapkan yang terbaik yang saya bisa lakukan.

Praktek stoikisme saya masih level rendah, baru tingkatan pemula. Saya masih banyak belajar untuk membawa ketenangan batin dan meditasi untuk kedamaian pikiran. Saya coba improve my self in daily practice. Saya ajarkan istri saya filsafat dan teknik stoik ini sebagai pegangan hidup dan mengatasi tekanan stres. Stoik adalah pedoman dalam kehidupan sehari-hari disini dan saat ini. Tak usah merisaukan afterlife atau hidup setelah kematian, tapi bagaimana menjalani kehidupan yang sekarang sedang dijalani menjadi terasa enak dan tak memberatkan. Tentram dan damai.

Hidup melajang dengan atau tanpa anak atau menikah punya anak yang memiliki kekurangan, atau bahkan yang hidup kaya raya tanpa cacat pun semuanya membawa masalah-masalahnya sendiri-sendiri. Semua orang menderita, setiap mahluk hidup memiliki persoalannya masing-masing. Kesenangan terasa lebih singkat dan kesusahaan akan terasa serta traumatis lebih lama.

Kehidupan adalah nestapa, dukkha (kebenaran utama buddha). Tapi menurut buddha, hidup juga terus berubah (anicca) dan diri kita sebenarnya tanpa inti/ ego (anatta). Jadi saya hanya menjalani kehidupan yang penuh derita tapi selalu mengalir berubah-ubah dan semoga kita semua berbahagia karena sebenarnya tak ada yang perlu menderita (karena sejatinya tidak ada yang namanya ego).

Saya tahu saya banyak menulis dari otak bukan hati. Tapi saya masih belajar dan membangun diri saya menjadi praktisi stoa agar hidup saya tenang, tentram. Saya tidak mengejar apa-apa. Saya tidak ambisius. Saya juga tidak takut jika keluarga saya tidak sejahtera, saya sudah pernah membayangkannya (dengan teknik imajinasi negatif). Semua sudah ditakdirkan, saya hanya perlu berupaya sebisa saya.

Saya terus memberikan usaha yang terbaik yang saya mampu. Saya terus bekerja dan meningkatkan karir sejauh yang saya bisa dapatkan. Meskipun begitu, banyak hal diluar kendali saya; masalah kesempatan yang terbatas, peluang yang tergantung orang lain, politik kantor yang ada nepotisme-nya dan sebagainya. Saya kontrol diri saya sendiri saja untuk bekerja dengan etos terbaik yang saya mampu dan bisa menjadi teladan untuk keluarga dengan mencintai mereka sepenuh hati.

Last but not least, saya percaya kekuatan cinta. Kasih. Compassion. Adalah kunci kebebasan kita. Dengan mencintai, ego akan menghilang. Ego menghilang, penderitaan tidak bisa melekat pada ego. Tak ada sang aku yang menderita. Penderitaan menghilang ketika kita mencintai sepenuh hati. Jadi, saya harus belajar mencintai siapapun yang hadir dalam hidup saya. Belajar memberikan cinta tanpa perlu berharap dicintai balik.

Dan saya mencoba menginginkan apapun yang sudah ada di dalam kehidupan saya. Mencintai apa-apa yang telah dimiliki. Saya berusaha untuk lebih banyak bersyukur daripada mengeluh. Saya meminimalisir keinginan dan pikiran-pikiran negatif yang bisa membawa penderitaan. Saya tidak terlalu memusingkan kepunyaan orang lain, bahkan opini atau pikiran orang lain tidak akan saya pikirkan. Saya hanya berpikir bagaimana saya bisa bertindak sesuai dengan filosofi hidup saya. Menciptakan ketenangan pikiran, mencintai demi kedamaian hati, dan hidup dalam ketentraman batin setiap hari sepanjang hayat.

Sekian surat saya, si pembelajar filsafat khususnya stoik-isme. Terima kasih kalau sudah membaca sejauh ini. Salam damai, PEACE!!

Kamis, 25 Oktober 2012

LIFE IS A MIS(t)ERY

Hidup adalah sebuah perjalanan penuh penderitaan..

Lalu mengapa banyak orang yang ingin memperpanjang perjalanannya? Hanya demi sekejap kebahagiaan, yang pasti akan cepat berlalu, digantikan oleh penderitaan lagi.

Dalam hidup, kita akan merasakan kecewa, karena banyak keinginan yang tak terkabul. Kita kan merasa sedih, berpisah dengan orang-orang tersayang. Kita pasti akan sakit hati oleh mereka yang kita cintai. Serta kegelapan yang suka berkunjung bersama kekerasan, ketidakadilan, kebodohan, yang menanamkan ketakutan penuh penderitaan di dalam kehidupan.

Memang ada juga masa-masa yang berbahagia, tapi akan terasa singkat. Contohnya; saat bersama kekasih, seratus jam akan serasa sejam. Tapi kalau dalam penderitaan, waktu menunggu di panas terik jalan kehidupan misalnya, sejam saja akan serasa seratus jam.

Maka, derita akan lebih dominan dari bahagia. Kuasa duka ketika tiba lebih kuat menetap lama ketimbang keriaan yang hanya mampir sangat sementara. Nestapa menancapkan kukunya sampai tertanam dalam dibanding kedangkalan kegembiraan yang fana.

Kutuliskan kata-kata ini bukan untuk menggurui atau minta dikasihani. Saya hanya ingin berbagi. Kita semua sama, dirudung derita. Bertakdirkan banyak duka. Dibayang-bayang nestapa.

Lalu kita gantungkan harapan pada suatu ketika. Pada hari esok yang tak pernah tiba. Mengiba materi atau menaruh asa, menunggu sosok penyelamat hari. Ternyata hanya ilusi. Mungkinkah kematian penuntas yang meski menghilangkan derita namun percuma?

Oleh karena tanpa nyawa, hidup tidaklah hidup. Kehidupan tinggal nama tidaklah sama. Meskipun begitu, untuk apa kita ada? Mengapa kita terpaksa bertahan hidup? Kapankah jawaban menerangkan jalan? Jalan kehidupan yang sudah dipenuhi penderitaan, mesti masih misteri pula, hingga akhir masa.

Sungguh, hidup adalah misteri. Mengapa kita harus menderita? Tempaan demi kedewasaan? Lalu apa? Dewasa untuk selanjutnya layu dan tiada. Sehingga, hidup tidak sekedar misteri. A mistery and also a misery. Hidup adalah juga penderitaan. Life is but a misery.

Ada 't' yang hilang dalam kata 'misery' dari asal kata: life is a mistery. Huruf 't' yang mewakili theos atau tuhan. Jadi, hidup adalah misteri (atau mistery) dengan adanya huruf 't' jika tanpa 't' hidup menjadi penderitaan (misery).

Tanpa theos atau tuhan, hidup kita akan terasa hampa. Tapi semakin kita belajar tentang tuhan, semakin kita tahu kalau tuhan adalah kehampaan yang sempurna. Kekosongan yang mencakup segalanya.

Jika kita ingin bebas dari penderitaan di dalam kehidupan, kita harus mengosongkan diri. Jangan mengisi hidup dengan ambisi, harapan, bahkan sekedar keinginan. Biarkan hanya tuhan yang ada dan tuhan akan mengosongkan kehidupan sehingga derita jadi tiada.

Paradoks sekali bukan? Hidup akan terasa hampa tanpa tuhan, tapi kita akan menjadi kosong jika memenuhi kehidupan dengan tuhan. Kosong dari penderitaan, tapi juga nihil dari kesenangan yang semu. Tidak apa-apa, karena damai pasti melanda.

Kekosongan diri yang diakibatkan dari devosi yang total kepada tuhan sang maha kosong, akan membawa kita kepada kedamaian yang tiada terkira. Lebih dari sekedar bahagia yang tidak seberapa lama.

Semua derita duka yang nestapa tak akan melekat erat. Kebebasan sejati adalah yang terjadi. Dan akhirnya, hidup bukanlah misteri lagi, karena yang ada hanyalah huruf 't' saja alias theos alias tuhan.

Dan tiada apapun di luar diri-Nya, sungguh merupakan kekosongan yang maha sempurna. Segalanya hampa, tanpa derita!

Sabtu, 06 Oktober 2012

Mimpi Dalam Mimpi

Ketika pagi datang dan kita saling berpandangan. Kutahu cintamu tak semu. Saat jemari menari, hidangkan kopi waktu pagi.

Kala nafas kita telah menyatu, detak hati menjadi padu. Tiada lagi nestapa yang berani mendera. Senyum yang mencerahkan mentari adalah yang tergaris di bibir cantikmu.

Hanya dirimu yang mampu menyadarkan diriku dari semua ilusi. Dunia mimpi menjadi tak terasa nyata oleh kehadiran sang peri.

Kamulah mimpi dalam mimpi, pemilik jiwa dan penghenti nafas ini. Berujarlah dewata yang menyesal telah membuat mimpiku menjadi nyata. Bahwa sesungguhnya, kamulah sang penyelamat jiwa.

Aku pernah berjalan dalam gurun keputusasaan. Mencari cahaya di atas cahaya. Menunggu bintang penunjuk. Namun, segalanya hampa dan tak berujung. Sampai akhirnya kutemukan dirimu.

Lengkaplah diriku, usai sudah perjalananku. Kini terhampar samudera kita. Berlayarlah cintaku, yang selalu berlabuh di dalam kalbu. Lepas, bebas, tapi pengabdianmu tanpa retas. Kusuka dirimu apa adanya tanpa semu.

Selamat ulang tahun, istriku terkasih, ibu dari putraku, pemilik ruh dari ragaku. Semoga kamu selalu sehat dan berbahagia...sampai akhir dunia, dan penciptaan kembali. Bolak-balik aku akan menyayangimu. Selalu!

Tangerine, 07 Oktober 2012
Reza Wahyu Ismail, S.E. (Sarjana Edan)

Selasa, 07 Agustus 2012

Cintai Diri

Cintailah diri Mu
Tapi bukan egomu
Milikilah belas kasih
Namun jauhi narsisme

Pancarkan kepercayaan diri
Dengan memberi perhatian
Kepedulian kepada sesama,
Jangan jadi pengemis atensi

Tinggalkan rasa takut & sesal
Hiduplah di dalam kekinian
Bersyukur, memaafkan
Pada setiap momen

Kamis, 02 Agustus 2012

[Shared Post] Anger Management: Tips Mengendalikan Emosi


Selasa, 24 Juli 2012

Kesetimbangan

Kesetimbangan adalah suatu keadaan yang harmonis.
Tempat dimana pikiran bisa beristirahat dalam keseimbangan.
Dalam tulisan saya yang sebelumnya (Ruminasi), saya menuliskan bahwa betapa waktu sangat berharga dengan contoh orang yang dicintai sekarat. Dan saya juga tulis, kita semua pasti binasa.
Beberapa hari kemudian, saya kehilangan salah satu anggota keluarga..
Kakek dari istri saya, atau yang akrab kami panggil dengan sebutan Engkong telah tiada. Lima hari setelah saya menulis satu postingan blog ini yang menyinggung tentang kematian.
Maka saya makin yakin, satu-satunya yang pasti di masa depan adalah menua, sakit, dan meninggalkan dunia ini. Selain itu, masa depan sungguh tak pasti.
Lalu, mengapa kita semua menginginkan sesuatu di masa depan? Bukankah itu hanya akan membawa penderitaan oleh kekosongan yang kita ciptakan sendiri.
Bahkan, terkadang; meski kita telah meraih sesuatu yang kita inginkan, kita hanya menikmatinya sesaat sampai kita menginginkan sesuatu yang lain, yang lebih lagi di masa depan.
Sampai kapan kita akan belajar?
Kalau bahagia itu didapatkan dengan menginginkan apa yang telah kita punya sekarang. Mensyukuri segala sesuatu yang kita miliki saat ini. Tapi tetap pasrah, bersedia ikhlas kalau kita bisa saja kehilangannya di masa depan karena tidak ada yang abadi. Tiada yang pasti di masa mendatang, kecuali mati.
Sekali lagi, jangan berpikir kita baru bisa bahagia jika kita menggapai apa yang kita inginkan di masa depan, tapi justru kebahagiaan itu sudah ada sekarang, saat ini juga.
Berbahagia berarti menginginkan apa yang kita punya sekarang. Mensyukuri apa yang kita miliki saat ini. Bersyukur dan pasrah terhadap masa depan.
Ingat, pasrah bukan berarti malas atau tidak mau berusaha. Kita tetap berusaha yang terbaik karena itu yang bisa kita lakukan. Bertindak semaksimal yang kita mampu, namun yang jelas kita tidak mampu memastikan hasil usahanya di masa depan. Karena, sekali lagi, masa depan itu tidak pasti.
Yang bisa meramal masa depan, hanya seorang penipu. Atau orang yang benar-benar telah tersadarkan.
Sadar kalau segalanya hanya ilusi. Kesenangan dan kesedihan hanyalah kondisi yang silih berganti, ombak yang pasang-surut di pantai kehidupan. Tiada gunanya terseret arus, tetaplah dalam keseimbangan. Harmonis tanpa perlu berada pada satu titik ekstrim yang berlebihan.
Seperti Engkong saya yang wafat dengan tenang dan damai. Berpulang bersama sifat-sifatnya yang seimbang antara keras dan lembut. Pembawaan yang akhirnya membawa kedamaian di penghujung usianya. Menebarkan ketenangan bagi mereka yang telah siap pada perpisahannya.
Tenang, damai, berada di titik yang seimbang. Jangan memanjakan emosi kelewatan, suka dan duka secukupnya dirasakan, selanjutnya terus mengupayakan kesetimbangan.
Kesetimbangan, berada di atas kebahagiaan yang seringkali berganti posisi dengan kesedihan. Kesetimbangan adalah harmonisasi yang menyeimbangkan beraneka rasa. Termasuk sepi dan depresi.
Keseimbangan dalam kesetimbangan, dipastikan membawa kebahagiaan tanpa syarat, hanya saja ada konsekuensinya: kebahagiaan yang menentramkan jiwa..

Selasa, 17 Juli 2012

Ruminasi

Mengapa manusia takut akan kesepian, kesendirian, kebosanan.

Banyak orang berusaha membunuh waktu jika sedang sendirian, padahal waktu adalah harta yang paling berharga karena tidak akan pernah kembali setelah dihabiskan.

Tanyakan pada mereka yang sedang sakit parah, orang yang dicintainya sedang sekarat: seberapa berharganya waktu?

Beberapa dari kita juga setengah mati memikirkan orang lain, membutuhkan orang lain, dan berusaha keras agar diterima oleh orang lain.

Kita sibukkan diri dengan percakapan-percakapan, perbincangan, obrolan, chatting, sms, bbm, twitter, fb. Kita habiskan waktu bermain games, menonton, membaca, mendengarkan musik, menutupi pikiran dengan suara-suara selain suara dari dalam pikiran itu sendiri.

Suara pikiran, itulah yang sebenarnya kita takutkan. Kesendirian, kebosanan karena tidak melakukan apa-apa akan membawa suara pikiran yang menakutkan itu.

Kita semua menghindari pikiran kita yang terdalam. Yang berbisik lirih; kalau kita sebenarnya hampa.

Diri kita kosong, muka kita hanyalah topeng, diri kita pasti mati. Kebinasaan adalah satu-satunya kepastian. Seberapapun kuatnya keyakinan, kita pasti masih punya keraguan yang terpendam jauh di dalam jiwa kita semua.

Sungguh berat mendengarkan pikiran yang menyuarakan realitas, kenyataan yang kejam. Kalau hidup adalah penderitaan.

Kita pasti sakit, semua mesti menua, dan mati. Orang-orang yang dicinta akan pergi, barang-barang yang disuka tiada selamanya. Kesedihan adalah sifat alami pikiran. Karena sejatinya, nurani kita mengerti akan keterpisahan.

Saat dalam sepi, kita menyadari kalau kita benar-benar sendirian. Tidak ada suara siapapun kecuali jeritan diam sang pikiran yang menginginkan kebahagiaan. Tapi apa lacur, kita lahir tanpa kepastian dari suatu tujuan.

Belum lagi kalau kita telusuri sang pikiran dengan beragam memori yang menyakitkan. Segala perbuatan dosa yang menghantui, semua karma buruk yang pernah kita lakukan.

Itu semua mewujud dalam emosi-emosi negatif yang terpendam yang selama ini telah terkubur dalam-dalam. Yang membuat kita mati rasa selama ini, berusaha untuk lupa.

Sungguh, penelusuran pikiran bukan hal yang mudah apalagi menyenangkan.

Tapi kalau kita mau bertahan dalam kesendirian, di dalam sepi, dalam kesunyian. Kita akan melatih pikiran untuk mengungkapkan diri yang sejati. Kita akan mengajak pikiran mengobservasi dirinya sendiri, menyadari aktualisasi tertinggi dalam kontemplasi murni.

Dengan kesadaran internal, interosepsi, kita akan menguatkan insula korteks. Materi abu-abu di dalam otak akan menebal, neuroplastisitas akan terbukti mengembangkan sifat welas asih. Kita menjadi altruistis.

Dan pada akhirnya, bahagia itu tiba juga..

Rabu, 13 Juni 2012

[Shared Post] Evolusi, Emosi, dan Motivasi


Senin, 30 April 2012

[Shared Post] Berpikir dalam Bahasa Asing Membantu Pengambilan Keputusan


Senin, 26 Maret 2012

[Shared Post] Afirmasi yang Berhasil


[Shared Post] Tips Meredakan Stres


Minggu, 25 Maret 2012

[Shared Post] Tehnik Menghentikan Pikiran Negatif


Rabu, 22 Februari 2012

Blog Baru Saya di 100motivasi.wordpress.com

Saya kini aktif menulis di blog baru saya yang berisi motivasi dan inspirasi. Silahkan berkunjung.

Klik <a href="http://100motivasi.wordpress.com/">disini. </a>