Add Me as A Friend in Facebook!

Rabu, 22 Desember 2010

A Man Had Been Truly Happy When He Had Been The Lover Rather Than Beloved

Apakah yang paling kita inginkan?
Uang yang banyak?
Rumah mewah?
Pesawat Jet?

Dan jika kita sudah mendapatkan itu semua, apalagi yang mungkin kita inginkan?

Kesehatan, hubungan yang harmonis, keluarga?

Setelah kita memiliki segalanya;
Apalagi yang mungkin masih kita inginkan?

Jawabannya: ketenangan...

Kita menginginkan ketenangan, kepuasan hati
Agar kita, pada akhirnya, bisa berbahagia!

Lagipula, keinginan itu tiada akhirnya
Kita selalu menginginkan lebih dan lebih
Lebih baik kita mendapatkan kecukupan itu
Perasaan berkecukupan, kepuasan, ketenangan,

Kebahagaiaan...

Berbahagia, sekarang juga!
Pertanyaannya; bagaimanakah itu?

Kapankah yang kita ingat, waktu berbahagia?
Saat mencapai sesuatu, prestasi, kesuksesan?
Atau saat merasakan kala kita dicintai, disayang?

Ternyata jawabannya bukan itu, sebaliknya;
Kita merasa berbahagia; saat kita jatuh cinta!
Kita menjadi sangat bahagia ketika kita mencintai

Inilah solusi spiritual dari problema eksistensial.

Berada pada kesadaran jiwa yang mencinta
Dan melepaskan segala perasaan bukan cinta
Transformasikan semua perasaan menjadi cinta
Bahkan ajari kebencian untuk menjadi rasa cinta

Cintai bayi, cintai diri, cintai bumi, cintai hari
Sepanjang waktu, belajar mencintai semua ini
Biarkanlah segalanya berdaya cinta yang alami

Memasrahkan dan menerima, kalau kita adalah:

Sang Pencinta!!!

Rabu, 01 Desember 2010

Absurdisme: How To Be Happy -anytime&anywhere

Dalam mitologi Yunani; Sisyphus adalah seorang raja yang dihukum di neraka karena menipu kematian. Dia dihukum di neraka oleh para dewa dengan cara mendorong batu besar ke atas gunung yang mana batu tersebut setelah di puncak akan kembali jatuh ke bawah dan Sisyphus harus mendorongnya lagi ke atas, begitu seterusnya -selamanya. Siksaan yang sungguh mengerikan.

Filsuf Albert Camus menuliskan kembali Miitologi Sisyphus dan mengatakan bahwa kita bisa membayangkan bahwa Sisyphus bisa berbahagia dalam siksaannya. Sisyphus, seseorang yang tersiksa selama-lamanya di neraka dan tak bisa kemana-mana kecuali mendorong batu besar ke puncak gunung, ternyata bisa berbahagia.

Kita bisa merefleksikan diri kita, para pekerja di jaman modern ini, sebagai Sisyphus. Kita bekerja sampai sore, lalu pulang beristirahat bagai Sisyphus yang menuruni gunung seiring kejatuhan batunya, dan kembali bekerja lagi keesokan hari seperti Sisyphus yang kembali mendorong batu ke atas puncak. Dengan analogi ini, bisakah kita juga berbahagia dalam keseharian kita?

Albert Camus menggambarkan sesosok manusia absurd yang bisa berbahagia dimanapun dan kapanpun selama dia hidup di dunia ini. Absurdisme adalah filsafatnya yang menjawab adakah manusia menemukan makna hidupnya di dunia ini? Dan yang absurd adalah keinginan mendasar dari manusia yang mendapatkan arti dari kehidupan di alam ini namun semesta tidak bisa memberikan jawaban yang mutlak. Maka manusia absurd adalah manusia yang menerima keabsurd-an/absurditas ini dengan ikhlas. Penerimaan ini akan membebaskannya, dan bisa bahagia disini dan saat ini juga.

Manusia absurd akan melihat bahwa dirinya amat sangat kecil dan hampir-hampir hilang di dalam hamparan galaksi-galaksi yang sangat luas. Bumi yang sangat luas ternyata hanyalah planet kecil yang bagaikan debu di antariksa yang amatlah besar. Di alam semesta yang tiada terkira ini, segala masalah menjadi sangat tidak penting. Manusia absurd tidak akan pernah memusingkan suatu masalah atau apapun, karena segala urusannya tidak ada yang penting bagi alam semesta ini, dan bebaslah dia dari kecemasan.

Manusia absurd menyadari bahwa yang pasti di dunia ini adalah kematian. Dia mengetahui bahwa segala peradaban akan musnah, semua yang berawal akan berakhir, dan tiada yang abadi. Pada akhirnya, segalanya tiada yang penting dan semuanya tidak akan ada artinya lagi. Manusia absurd akan menjalani kehidupannya dengan perasaan penuh syukur karena dia masih hidup dan bisa menikmati kehidupan. Manusia absurd akan menjalani hari dengan gembira, menyantap makanannya dengan lezatnya seakan-akan itu makanan terakhirnya, dan memang bisa jadi. Dia akan menghargai kehidupan dan menghormati sesama, kita semua bisa berpisah kapan saja karena kematian pasti datang tak diketahui pasti. Manusia absurd semaksimal mungkin bersenang-senang dan membuang jauh-jauh kekhawatiran.

Dengan segalanya yang hanya sementara, tiada artinya, dan pasti musnah; manusia absurd tidak mau melekat pada apapun. Segalanya baginya hanyalah ilusi, tiada yang penting, bermakna, dan semuanya sama saja. Melewati segala masa; susah dan senang, manusia absurd akan tetap tenang. Kedamaian akan merekah karena dia bisa melihat semuanya seperti apa adanya, tanpa perlu dilabeli apa-apa dan tiada usah diberi arti apapun. Manusia absurd berbahagia dengan apapun yang dimilikinya tanpa terikat pada apapun, karena apapun pasti kan binasa.

Tanpa kemelekatan, kita tak akan merana. Berbahagia kapanpun dan dimanapun kita berada. Bebas bermain dan merayakan kehidupan yang sementara namun patut kita syukuri ini. Kebahagiaan ada di tangan kita sendiri, tidak tergantung dari luar, dari apapun yang kita punya, atau siapapun yang kita miliki, karena semuanya tidak ada yang abadi, tidak ada yang penting, tidak ada yang berarti. Kebahagiaan ada di dalam diri, berasal dari ketenangan kita, ketidakmelekatan, kebebasan dari segalanya, penerimaan yang ikhlas akan yang absurd...

Bebas berbahagia, sekarang dan disini, kapanpun dan dimanapun juga...

Senin, 29 November 2010

Awareness Evolution

To Reden my son; digest this slowly:

"Learn to become observant & watchful
Be a witness and don't concentrate, just..

Observe and watch, The more watchful that the observant become,
The internal chatter will become less and less..

A clear mind will bring peace and happiness;
And ultimately: enlightenment of 'the witness'

The awareness meditation:
First: to become aware of the body and the five senses. Then; expand the awareness to watch the thoughts... And go deeper; learn to observe the feelings and emotions. Finally, we begin to become aware of our own awareness. Becoming a witness, The Witness!

This is the insight. The primal awareness. The path of freedom. This is the real vipassana..."

The Meaning of Life

Selama kita hidup sebagai manusia,
Kita terus mencari makna: Apa arti hidup ini?

Namun adalah manusiawi;
Kita tak 'kan mampu menemukannya
Secara logika, manusia tak akan bisa

Manusia tak akan bisa mendapatkan makna
Pada alam semesta yang tiada bersuara...

Sungguh kontradiksi; konfrontasi filosofi ini
Antara pencarian arti, dan kehampaan jawaban
Ini adalah kemustahilan yang manusiawi: absurd!

Absurd seperti Tuhan,
Manusia tak 'kan mampu memahami-Nya. Lalu bagaimana kita bisa menjalani,
Hidup yang absurd ini?

Kita bisa mengakhirinya,
Namun bukankah sungguh absurd
Mengahiri hidup yang sudah absurd?

Kita juga bisa menyangkal yang absurd...

Kekosongan karena hidup yang absurd ini
Diisi dengan kepercayaan, agama, konsep
Yang pastinya abstrak dan irasional; pelarian
Dari absurd yang pasti, absurd yang mutlak

Lompatan iman ini adalah bunuh diri pikiran
Kita hanya membungkam yang rasional
Dengan keyakinan yang delusional

Lalu, bagaimana kita bisa bebas yang sebenarnya? Bahagia meski hidup ini absurd?

Dengan menerima yang absurd... Lalu kita bisa menciptakan makna tersendiri
Dan terus menjalani kehidupan, meski absurd

Keindahan yang hadir, cukuplah berharga
Biarlah nyawa ini kita jalani setiap harinya
Kehidupan yang tak bisa dicari maknanya
Biarlah secara subyektif kita beri artinya

Dari sinilah kebebasan umat manusia dimulai;
Menerima tanpa menyerah, tanpa berharap..

Tiada harapan bukan berarti berputus asa;
Kita bisa hidup sepenuhnya, tanpa harapan..

Jalani setiap momen, nikmati kekinian masa
Rayakan hidup tanpa perlu berharap apa-apa
Kalau berharap brarti menyangkal yang absurd

Tiada yang salah dan tiada yang benar secara pasti, segalanya yang ada hanya hidup yang absurd...

Tak perlu pasang moral yang tiada nyata itu
Cukuplah hidup dengan integritas yang tinggi
Jujur pada diri sendiri dan konsisten berbuat. Kebahagiaan ada dalam kebebasan
Dan kebebasan dimulai dari keikhlasan
Menerima absurd dan merayakan kehidupan

Lalu kedamaian akan tercipta dalam pencarian ini!

Rabu, 24 November 2010

Addiction and Escapism

Pernahkah Anda mengalami ini:
Bangun pagi di suatu hari dan menjalani keseharian. Namun berpikir ada yang aneh dengan hidup ini. Dunia dan realita terasa ada yang salah, yang tidak bisa dijelaskan, tapi tetap terasa. Ada kehampaan, kekosongan di dalam diri yang membutuhkan jawaban. Apa maksud dari semua ini? Mengapa kita ada? Tetapi untuk memikirkannya, amatlah sangat berat. Untuk menyelami diri dan merenungi segalanya, amatlah memusingkan. Belum lagi dengan banyaknya masalah, ketakutan, penyesalan, dll. Tak sangguplah berpikir mendalam. Cukup terima dogma yang ada. Dan menjauhi derita dengan bersenang-senang. Kesenangan yang tiada habisnya karena realita yang menyesakkan jiwa akan selalu ada. Terus mencoba mengalihkan pikiran dengan kenikmatan. Hingga kecanduan...

Kecanduan bukan sekedar masalah biologis melainkan psikologis juga. Mari kita analisa:

Kecanduan adalah pelarian,
Kecanduan adalah penghindaran,
Kecanduan adalah penyangkalan..

Seorang pecandu berlari dari kenyataan,
Seorang pecandu menghindari realita,
Seorang pecandu menyangkali dirinnya sendiri!

Pecandu tak bisa menghadapi: vicissitudes,
Kenyataan yang naik dan turun, ber-kelok2,
Realita yang membuatnya terombang-ambing.

Baginya, hidup dan kehidupan yang ada:
Memusingkan, melelahkan, menyusahkan
Kenyataan hidup adalah penderitaan (dukkha).

Kenyataan bahwa yang hidup pasti akan mati;
Mencemaskan! Belum lagi masa depan yang tak pasti: sakit dan penyakit, musibah dan bencana.

Namun kenyataan tak bisa dihindari;
Seberapapun banyak kesenangan yang dirasa
Meski hingga akhirnya kecanduan dan menimbulkan masalah tambahan;

Sang iblis tetap ada hingga akhir jaman...

Perasaan stress, sedih, kesepian, marah, atau cemas; mesti dihadapi. Diterima dengan kesadaran, jangan dialihkan dengan candu!

Belajar menerima realita,
Belajar menoleransi kenyataan,
Belajar menghadapi diri dan keadaan.

Perlahan tapi pasti, sedikit demi sedikit.
Berjalan maju ke depan, terus bergerak meski perlahan... Yang penting ada perubahan dan kemajuan!

Berani ambil tanggung jawab,
Berani bersikap sabar dan toleran,
Berani memilih untuk menerima dan pasrah.

Pasrah, ikhlas, dan tetap aktif berusaha,
Hindari candu yang nikmat hanya sesaat dan sesat!

Kenyataan, realita kehidupan ada untuk diamati
Sadari prosesnya, amati diri, amati pikiran, amati perasaan, pada akhirnya kita akan bisa mengamati sang pengamat. Sadari inti diri ini dan kedamaian akan menyertai. Diamlah!

Diamlah dan amati... Masuk ke dalam hatimu,
Di bagian yang tergelap dan menakutkanmu,
Kehampaan dan kekosongan pada inti dirimu,

Kali ini, berani hadapi kenyataan dan berhenti menjadi pecandu, pelari dari masalah (kabur!)

Jangan kecanduan dengan suatu candu,
Atau tontonan (kecanduan menonton tv),
Atau kesenangan apapun yang nikmat sesaat.

Bahkan, jangan kecanduan berpikir!

Jumat, 12 November 2010

The Fallen Angel

Mengapa kita terjatuh?

Oleh karena kita berada pada ketinggian... Namun kita harus belajar,
Untuk terus bangkit kembali
Dan jangan sampai terjatuh lagi...

Kejatuhan mengingatkan kita
Untuk selalu eling dan waspada Penuh kesadaran serta berjaga-jaga

Ketinggian bisa menjatuhkan seperti:
Kepongahan mampu memalukan si congkak

Dengan jatuh, kita diingatkan,
Agar tidak lupa diri dan kematian

Tiada yang abadi, takkan slalu di atas
Segalanya bisa berubah, semuanya fana

Ternyata, kita tak bisa mengontrol segalanya
Bahkan, kita disini tidak untuk jadi pengendali

Kita hanya menjadi saksi dan menyadari
Bahwa kita bukanlah siapa-siapa... Lagi;

Kita di dunia ini hanya sementara
Mengapa melekat pada yang maya?

Jatuh... Tidak apa-apa!

Selasa, 09 November 2010

The Cessation of Suffering

Mengapa kita menderita?
Kita merana karena keinginan tidak sesuai kenyataan. Kita takut akan masa depan. Ada sesuatu yang mengancam. Kita menyesali apa yang telah terjadi yang telah memberikan kesusahan. Pikiran kita terus mengulang-ulang kepedihan yang sama: ketidaksesuaian harapan dengan realita.

Bagaimana kita terbebas dari penderitaan?
Kita tidak bisa. Kita manusia biasa yang memiliki keterbatasan. Selama kita hidup di dunia ini, kita akan selalu memiliki kelemahan. Ketidaktahuan, kita tak bisa mengetahui segalanya. Penilaian, kita menjalani hidup dengan membanding-bandingkan. Kita bisa berjalan karena tahu mana yang panjang dan yang rendah. Pengukuran. Ilmu pengetahuan. Pikiran yang otomatis. Kita juga mengalami kekhawatiran. Kecemasan. Semua keputusan mengandung konsekuensi. Setiap pilihan memiliki dampak. Jalan manapun yang akan kita ambil, akan ada kerikilnya. Tikungan tajam. Naik dan turun. Seperti itulah kehidupan.

Lalu apa yang bisa kita lakukan?
Jalani. Hadapi setiap kejadian dan pemikiran. Perasaan dan peristiwa. Sabar. Tabah. Semua akan berlalu. Masa-masa senang? Nikmatilah. Saat-saat kesulitan? Amati dan ambil pelajarannya. Seperti roller coaster, begitulah kehidupan. Kadang naik, seringkali turun. Namun kala turun, tunggu saja, pasti akan dilewati dan kembali naik. Atau datar-datar saja, sama seperti kehidupan. Sehari-hari. Jalani saja, dan hari pasti akan berakhir. Apapun yang terjadi, hadapilah!

Bagaimana jika kita tidak kuat menahannya?
Kita bisa, hanya mungkin tidak tahu caranya. Penderitaan berasal dari pikiran. Jika kita tidak memiliki otak, tidak mungkin kita menderita, bahkan hidup. Kita tak bisa hidup tanpa otak kita. Tapi otak selalu mengulang-ulang pemikiran yang sama, seringkali malah membesar-besarkannya. ketakutan pada sesuatu yang belum terjadi. Terus terpikirkan. Penyesalan pada sesuatu yang tak bisa diubah. Makin teringat. Juga keinginan-keinginan yang berbeda dengan realita yang ada, menjadi sumber stres. Kita ada pada masa depresi menjadi penyakit yang umum. Yang bisa kita lakukan adalah; ikhlas, berbagi, dan optimis.

Bagaimana kongkritnya ikhlas, berbagi, optimis?
Ikhlas berarti pasrah dan menerima. Bukan berarti kita menyerah, hanya saja kita tidak terlalu melekat. Erat berharap padahal harapan itu tidak realistis. Apa yang sudah terjadi, terima saja jangan ditolak dan dihindari. Apa yang belum terjadi, barulah kita boleh berharap. Tapi harapan harus tetap realistis dan didekati dengan proaktif. Itulah yang disebut optimis. Nah, kalau berbagi bisa berupa bersosialisasi, atau sekedar menulis pada diri sendiri. Bisa mencurahkan isi hati dan membagikan beban berat di dada (pikiran yang sedih). Atau boleh juga diartikan berbagi dengan membantu orang lain. Dengan menolong orang lain, kita jadi mengalihkan fokus. Daripada memikirkan diri sendiri dan kepedihannya, kita bisa melupakan duka pribadi dengan memikirkan orang lain yang kesulitan. Dan aktif berbuat baik.

Kesimpulannya?
Jangan banyak berpikir. Khususnya memikirkan diri sendiri saja. Banyak-banyak bertindak. Aktif. Ketakutan, kekecewaan, kesedihan dan kemarahan hanyalah reaksi-reaksi kimia pada tingkat biologis. Pengaruhi reaksi-reaksi tersebut secara biologis-kimiawi juga. Makan, makanan yang enak dan nikmat, sehat dan bergizi. Ada banyak suplemen yang bagus. Olahraga juga baik. Berlarilah. Bermain bersama teman atau keluarga. Temui sahabat yang mau membantu. Atau terapis. Minum obat jika perlu. Cukup istirahat dan tidur. Lakukan hobi dan dengarkan musik. Hiduplah dengan aktif. Jangan berpikir terlalu panjang dan terlalu lama. Bantu saja orang lain. Ikuti kata hati nurani. Dan jika masih merana. Tunggu saja, segala reaksi kimia pasti ada akhirnya. Sabar sajalah!

Lalu sementara bersabar?
Meditasi. Berkontemplasi dan merenung dengan kebijaksanaan. Taklukkan pikiran dengan pengamatan. Dan pada akhirnya, kita semua akan sampai disana. Pemadaman dari segala penderitaan. Nibbana. Nirvana. Nir wana. Jannah. Surga. Moksha. Kembali pada-Nya, Yang Maha Ada dan Yang Maha Gaib. Yang Tiada...

Senin, 08 November 2010

Silent Faith

Kepercayaanku adalah diam...

Agamaku tanpa ayat, tanpa kata
Zikir tanpa zikir, japa tanpa mantra

Dengan diam ku bisa mendengarkan
Dengan diam ku dekati Kebijaksanaan

Tanpa berbicara, ku bisa lebih peka
Tanpa penilaian, ku bisa lebih terbuka

Bibir tertutup, telinga mengembang
Pikiran membisu, hati jadi pengertian

Ku siap mendengarkanmu dan Kamu
Ku mampu memahami kesejatian-Mu

Segala maksud terserap sempurna
Semua pengetahuan terpatri paripurna

Aku menuju bijaksana dalam kesunyian
Sungguh, ini adalah ritus dalam keyakinan

Pandanganku semakin bersih
Batin nuraniku semakin jernih

Jalanku menjadi terang, dengan berdiam..

Terjemahan:
Dunia semakin bising, setiap hari kita terekspos 3000 iklan perhari secara rata-rata*. Belum lagi suara-suara di luar diri kita; kata-kata yang terucap oleh orang-orang di sekitar kita, tulisan yang terbaca, pesan dari beragam media. Belum lagi, bunyi-bunyian yang bising tak berarti namun bisa menimbulkan banyak pemikiran. Dengan keadaan seperti ini, bagaimana seseorang bisa mendengarkan Tuhannya? Bagaimana kita bisa mendengarkan suara hati-nurani kita?

Bahkan kita sulit menjadi pendengar yang baik untuk teman ngobrol kita. Di saat dia berbicara, kita mendengarkan sambil berpikir, sibuk dengan pikiran kita yang penuh penilaian, komentar, sortiran, dan filterisasi dengan beragam konsep yang kita miliki. Parahnya lagi, kita sering tidak mendengarkan dengan sempurna dengan tidak bisa berdiam. Kita menyela, menambahkan, menyanggah padahal teman kita itu, padahal dia belum selesai dengan omongannya. Bagaimana kita bisa mengisi diri kita dengan ilmu baru, jika kita sudah penuh dengan kerangka berpikir yang membatasi? Bagaimana kita mampu menerima pengetahuan lagi, jika kita memahami dengan telinga sempit dan otak yang picik?

Untuk menjadi lebih bijak, kita harus belajar diam. Untuk mendekati kesempurnaan, kita harus mempelajari Diam. Berdiam untuk menjadi pendengar, bukan diam karena marah, sedih, atau ngambek. Jangan berdiam karena emosi, tapi mari kita berdiam diri untuk mengendalikan emosi. Pikiran yang diam akan membuat perasaan yang tenang. Pertama-tama, kita berdiam diri dan membuka telinga lebar-lebar. Lalu secara mental kita diam dan jangan banyak berpikir. Terima saja dulu segala input ke dalam pikiran dengan terbuka, tanpa penilaian dan komentar secara mental. Bisakah kita mendengarkan dengan kepasrahan total seperti ini, tanpa perkataan dan tiada pikiran?

Dan akhirnya, jika kita sudah bisa mengheningkan pikiran, kita mulai mengheningkan hati/kalbu/roh/spirit apapun yang kita sebut yang berada di atas pikiran kita. Sang pengendali dan pemerhati, sang saksi bisu. Meski bisu, tapi kita harus sadari kebisuannya. Maka kita akan bisa mendengarkan Yang Maha Mendengarkan. Dia adalah si bisu juga, akhir dari dualisme. Yang ada dan Yang tiada adalah satu. Satu namun nol. Segalanya akan lenyap. Semuanya menjadi hampa. Kosong?

Alami misterinya sendiri, jangan banyak berteori dan terlalu berpegang (fanatis) pada tulisan serta kalimah meski itu ilahiah. Uji dan rasakan saja;
Diamlah!!!

Rabu, 27 Oktober 2010

How To Preserve Your Energy

Energi sangatlah penting dan vital sekali
Energi dibutuhkan untuk kehidupan
Tiada kehidupan tanpa energi
Bahkan eksistensi itu sendiri

Pertama-tama, jangan banyak bergerak
Bergeraklah dengan efektif dan efisien
Serta jangan lupa hematlah konsumsi
Perhitungkan perjalanan yang jauh
Karena itu akan menghabiskan Banyak energi dan mungkin saja
Menghasilkan polusi dan limbah

Selanjutnya, jangan banyak bicara
Katakan hal-hal yang seperlunya Puasa bicara akan menghemat
Banyak energi mental dan spiritual
Mulut yang tenang akan mengheningkan
Pikiran yang susah didiamkan... Dan

Banyak berpikir juga menguras energi
Bahkan bisa membuat penderitaan
Jangan terlalu banyak berpikir
Walau susah tapi layak dicoba
Relaks sajalah dan jadi pasif
Cukup amati pikiran-pikiran
Lama-kelamaan ia akan sepi

Lalu kalau bisa, Coba bangkitkan energi
Dan apakah energi termurni itu?

Itulah cinta...
Hasilkanlah dengan nurani berbelas kasih
Limpahkan perasaan sayang kesemuanya
Setalah pikiran, perkataan, dan perbuatan
Bisa mengheningkan cipta dan mampu
Menciptakan keikhlasan, maka...

Berpikir, berbicara, dan berbuatlah
Dengan dasar cinta, energi termurni
Berbagilah dengan sesama dan semua
Bantulah mereka yang sedang kesulitan

Bangkitkan energi cinta kasih selalu
Dan sebarkan dengan perasaan sayang
Mulailah dari yang termudah, keluarga
Lalu inspirasikan sekitar dan semuanya
Berikanlah dengan ikhlas tanpa pamrih

Jenis energi yang diberikan ini...
Menjadi berlipat ganda kala dibagi
Dunia bisa penuh energi murni cinta
Dan kedamaian 'kan tercipta, surga disini

Semoga kita semua berbahagia!

Selasa, 26 Oktober 2010

Stranded

We are born to this world,
without any memory of living
in the time before we're born...
And we have no direct knowledge of what will happen after we die...

Is life really a coincidence?
And we are very lucky beings?

Or,
Are we a spiritual being...
Living the life of a human existence?

But we don't have any definitive,
Sole, the one and only, flawless
Single guidance or manual to live
in this limited circumscribed life...

Halted, struck, restricted, confined.
Marooned, abandoned, deserted...

Like a whale gone aground
Because of the reciding tide

The most powerful ones in the sea
Become, the most helpless ones...

Stranded.

Sabtu, 23 Oktober 2010

How To Truly Enjoy Your Life by Having An Everlasting Happiness...

Kita bisa menikmati hari dengan beragam cara
Memanjakan panca indera dengan kenikmatan:

Menatap pemandangan indah...
Mendengarkan musik favorit..
Memakan kuliner terlezat..
Menghirup aroma suka..

Tapi kesenangan inderawi hanya sementara
Sesaat saja lupa problema dan hilang derita
Namun tetaplah kita memiliki masalah utama:

Kesengsaraan itu absolut, kehampaan itu mutlak
Hedonisme akhirnya berujung memuakkan!
Kita semua pasti menua, sakit, dan mati...

Tak bisa dihindari kita harus hadapi dan sadari
Mengalihkan pada panca indera hanya semu
Kita pahami sang penguasa diri yang bahkan
Kelima indera pun turut padanya, siapakah itu?
Ialah pikiran. Yang mampu memperbudak kita
Walaupun begitu, ia juga yang memerdekakan

Pikiran yang berhasil dikuasai adalah
Pikiran yang memberikan kebebasan

Kebebasan dari keterikatan, Kebebasan dari ketidaktahuan,
Kebebasan dari nafsu dan kebencian,
Kebebasan dari segala duka kehidupan

Bebas dari penderitaan, kebahagiaan abadi. Jadi, tutuplah kelima panca indera kita
Amati pikiran dan padamkan setiap rasa
Itulah kunci menuju tanah suci yang sejati!!!

Kamis, 21 Oktober 2010

Eling

Eling nan Waspada

Baik kala terlelap maupun terjaga...
Kamu sadar saat kufoto makanya kamu
tersenyum, padahal kamu sedang tertidur.

Tadinya kamu bobo dengan ekspresi biasa saja
Raut muka kamu datar saja, tenang tanpa emosi
Lalu kudekati dirimu kuingin memfoto kamu Nak
Sekonyong-konyong rupa wajahmu berseri-seri
Indah dengan senyuman pas ketika kufoto...

Lalu kamu kembali tenang dalam tidurmu itu
Setelah ku selesai mengambil gambarmu,
Kamu kembali meneng, hening dan akhirnya;
Aku nDunung...

Neng-Ning-Nung

Diamlah untuk masuk ke dalam keheningan
Keheningan bersih yang penuh keikhlasan...
Terus sadari setiap gerak dan fenomena;
Hingga akhirnya mengerti, segalanya tiada

Meneng adalah syariatnya
Hening adalah makrifatnya
Dunung adalah hakekatnya

Wuquf: diam dan heninglah
Arofah: memahami kefanaan

Samatha, meneruskan kedamaian
Vipassana, merenungkan keterangan

Tiada yang abadi, tiada yang inti
Anica, anatta, dan dukkha bawa derita
Kehidupan adalah kematian, kebebasan
Dari samsara, dari roda dunia yang maya
Shunyata, semuanya hampa, kosong itu isi

Yang baqo; yang sejati adalah
Padam, Nibbana, Moksha, Esa
Pada akhirnya, hanyalah cinta

Semoga kita semua bahagia!!!

Sabtu, 16 Oktober 2010

Happiness is a smile away...

Kutahu papaku selalu ada
Maka kutertidur dengan tenang
Kutahu papaku ingin memfotoku
Meskipun kutertidur tanpa tersadar

Kuberusaha berikan senyuman terindah...

Hanya 'tuk papaku tersayang
Yang selalu siap sedia di sisiku
Menjagaku dan mamaku dan keluarga
Agar kita semua mampu berbahagia..

Di dunia yang penuh penderitaan ini
Kesakitan, bencana, penuaan, dan
Kematian... Semua yang pasti;
Kesengsaraan.

Tapi semuanya itu menjadi berarti
Hanya dengan satu senyuman...
Senyuman dari rasa kasih dan sayang
Sayang dari cinta, setulusnya mencinta

Dan bahagia pasti berjaya!

Selasa, 05 Oktober 2010

Selamat Ulang Tahun Eyek Fachrur!

Papa sekaligus Eyek Fachrur tercinta, selamat ulang tahun yaa. Kita doakan semoga panjang umur dan menjadi haji yang mabrur. Terus jaya dan jadi panutan kita. Langgeng suksesnya, tetap sehat, dan berbahagia di dunia dan akherat. Amien! Reza, Denta, Reden Ismail. Happy Birthday..
Terima kasih sudah mengajarkan prinsip2 hidup:
Bersyukur dan Bersabar,
Berdoa dan Beriman,
Bermain dan Belajar,
Bertoleransi dan Bersangka Baik
Berani -terus
Tersenyum dan Tertawa...

Minggu, 03 Oktober 2010

My First Meal

Sesuap demi sesuap...
Mama dan papa dengan cinta
Ku makan dengan lahap
Sungguh aku takkan lupa

Sarapan pertama yang kusantap
Duduk di rangkulan sang papa
Bersama mama cantik yang sigap
Dengan lebarnya mulutku terbuka

Menyambut sendok ku bersiap
Rasa hati suka cita dan bahagia
Sungguh orang tuaku mantap
Membuat hari ini hari gembira Hari Minggu, 3 Oktober 2010
Sepiring Bubur Rasa Kacang Ijo

Kamis, 30 September 2010

A Shore (I)

...
I gazed those eyes
yesterday and the days before...
Such a gorgeous ones!
It was yours,

Then something whispered:
And that’s right when I knew
Even when there were no more dew...
...and the waves had ceased crashing,

By the sea, in a beautiful shore
On the sand at our feet,
We hugged...
Time had stopped passing,

I just understand...
My search was complete
My quest has ended,

I finally enlightened...
What I'd known all along
My recurring dreams and hope
And a mystery uncovered,

It felt so right...
That just couldn't be wrong
Then I remembered;
It wasn't our first kiss...
Nor' the day that we first met,

But I realized something;
I will never forget...
With the stars in the clear sky
After the rain ended in the afternoon,

Tears of heaven...
A smile from the earth
My God, you're an angel!

And I cried,
One word;
love...

I knew the feelings,
My heart were blue...
Then you came to the rescue,

The heroine;
My soul-mate,
The truth is you...

I kept the rainbow;
in the old wooden boat

(To be continued...)

Minggu, 19 September 2010

Twilight Zone: The Secret of Happiness in Life...

Kehidupan,
selalu ada turun naiknya..
Kalau datar-datar saja tandanya mati!
(Lihat saja gambar di mesin monitor detak jantung di rumah sakit)

Begitu juga dengan kebahagiaan,
Mesti melewati masa-masa penderitaan:
Kesepian, kesedihan, kesengsaraan; kesusahan!

Anggaplah kesusahan ibarat ladang yang digarap
Ladang yang akan ditanami oleh pohon-pohon... yang akan berbunga dan berbuahkan kebahagiaan

Semakin besar dan luas ladang garapan...
Semakin banyak kebahagiaan yang akan dipanen!

Dan apakah benih dan pupuknya?
Agar ladang lara menjadi subur oleh sukacita..

Benihnya adalah cinta,
Dan pupuknya adalah senyum dan tawa...

Mulailah dari keluarga,
Limpahkanlah istri dan putera:
Kasih dan sayang dengan ceria!

Semoga semua yang hidup berbahagia...

Jumat, 17 September 2010

Selamat Ulang Tahun Nenek Yani!

Nenek Yaniku sangat hebat...
Beliau baik hati dan penuh cinta

Nenek Yaniku bijaksana laksana guru dan tulus ibarat sahabat
Beliau adalah sosok yang patut dikagumi, dihargai, dan dicintai

Nenek Yaniku selalu ada dihatiku
Beliau 'kan selalu kudoakan kebahagiaannya sebagaimana ia selalu membawa sukacita

Nenek Yaniku sangat berarti dan bermakna dalam hidupku
Aku, mama dan papaku; semuanya amat sayang pada nenek...

Selamat Ulang Tahun Nenek Yani!

Happy Birthday Grandma Yani!

My grandmother is a wonderful woman.
She's a combination of
warmth&kindness, laughter&love.

My grandmother has the wisdom of a teacher and the sincerity of a true friend.
She's someone I admire, respect and
love very much.

My grandmother will always have a cherished
place in my memories and in my hearts.
She's someone for whom I want every happiness
in return for the joy she always brings.

My grandmother is all the dear and precious
things in life..
My father, my mother and me; all of us love you so much..

Happy Birthday Grandma Yani!

Senin, 13 September 2010

Makan Bebek!

In whatsoever state I am..
Even if I withered
As roses finally fall,
I'll be there for you

The door of my heart
Will always open for you
Whoever you will be
Just come home to me
I'll be there for you...

When it all ends here
And the river is full of tears
I shall not let the water runs dry
I'm going to stand and wait
I'll be there for you

No matter what!

Selasa, 31 Agustus 2010

The Only Key of Happiness

Kunci kebahagiaan adalah cinta...
Sungguh menyenangkan ketika kita dicintai, tapi jauh lebih membahagiakan saat kita mencintai...
Kala kita jatuh cinta, makan terong serasa makan steak!
Segalanya jadi indah dan menyenangkan.
Cinta pertama, kelahiran anak kesatu, mencintai keluarga, semua yang membuat kita mencintai setulus hati akan memberikan kebahagiaan.
Mencintai membawa kesejahteraan, kekuatan, dan kebahagiaan..
Tapi mengapa kita tidak selalu mencintai sepanjang waktu kepada siapapun?
Karena kita takut. Kita takut ditolak.
Mencintai membutuhkan keberanian.
Berani untuk ikhlas.
Untuk mencintai setulus hati. Tanpa pamrih.
Tanpa keikhlasan kita tak bisa mencintai dengan setulusnya. Sepenuh hati mencintai membutuhkan keikhlasan.
Dan keikhlasan membutuhkan cinta.
Jadi satu lingkaran yang sempuna. Mencintai-ikhlas-cinta..
Lalu dimanakah titik awalnya kalau cinta dan keikhlasan adalah lingkaran yang tak terputus?
Mulailah dari lingkaran terkecil.
Belajar mencintai sesuatu atau seseorang yang mudah untuk dicintai dengan setulus hati, dengan ikhlas.
Cintai anak bayi. Rasakan perasaan jatuh cinta. Bersyukur pada hal-hal yang sederhana.
Tumbuhkan rasa cinta yang telah terpercik ini menjadi berkobar.
Kembangkan percikan cinta-ikhlas menjadi kobaran cinta-ikhlas.
Besarkan lingkaran cinta-ikhlas menjadi melingkupi diri sendiri. Teman dan keluarga. Sesama dan bumi.
Bahkan besarkan terus lingkaran cinta-ikhlas hingga musuh-musuh kita.
Perluas lingkaran cinta-ikhlas kita sehingga tidak ada satu pun berada di luar lingkaran ini.
Dan kita akan temukan, di dalam lingkaran ini; kebahagiaan sejati...

Senin, 30 Agustus 2010

Metta; raising happiness

By: Ajahn Brahmavamso

Metta is the Buddhist word for “loving-kindness. ” It refers to the emotion of goodwill, that which wishes happiness for another. It embraces forgiveness, because Metta says: “ The door to my heart is open to you. No matter who you are or what you have done, come in.” It is that kindness which does not judge and is given freely, expecting nothing in return. The Buddha compared Metta to a mother’s love for her child (Sn, 149). A mother may not always like her child or agree with everything it does, but she will always care for her child, wishing it only happiness. Such openhearted, non- discriminating kindness is Metta. Metta meditation is that meditation which focuses the attention on the feeling of loving- kindness, developing that beautiful transcending emotion until it fills the whole mind. There are many methods for developing Metta meditation. Here is just one way. To Light a Fire, Start with “Kindling”— Someone or Something You Love One way you can develop loving-kindness meditation is by choosing some object, which you find easy to feel loving kindness toward. The simile I often use is that of lighting a fire. You need kindling to light a fire. One can’t put a match to a big log and expect the match to ignite that log. The log is far too big. So you have to find something, which will take the flame easily, something, which is easy to light. It could be some of the firelighters you get for barbecues, or paper, or straw — anything that takes the fire very easily will do. You build up the first flames of loving-kindness on that kindling and then later one can put on more solid pieces of wood. First of all one uses just twigs and then branches, then you can put big logs on that fire. It’s always the case that only when there’s a big roaring fire — really strong and very hot — only then can you put on the big “sappy logs.” The big sappy logs in this simile stand for your enemies. Sometimes for many of you, the biggest sappy log is yourself! When you find the fire of loving-kindness is very strong, you can put yourself on that fire, “dry out” and ignite the biggest, sappiest log of all. Once the fire is strong, you can give loving- kindness towards even your worst enemies. It may surprise you that you can actually do this. You think of this person towards whom you’ve always had anger and wanted revenge, and you find that you are now in a mind state where you can actually love them, really give them goodwill. And you’re not playing around either. It’s actually happening! This is the result of the gradual process of development of this emotion called “loving-kindness”. Now as to the “kindling”, this is where you use your power of imagination and visualization together with your mental commentary. Here you encourage the commentary, but you keep your commentary just to a certain topic. You’re, as it were, “psyching yourself up” to develop loving-kindness towards a small visual object, an imaginary object. Don’t be afraid of imagination, because visualization and imagination are tools of the mind that you can use to your benefit. Keeping your eyes closed, imagine in front of you a small kitten or a puppy or a baby or whatever you find it easy to generate loving- kindness towards. (I personally like using a small kitten.) Imagine it to be abandoned, hungry, afraid, and in your mind open your heart to it. Take it up gently, in imaginary arms, and use inner speech to say: “May you not feel so afraid. Be at peace. May you be happy. I will look after you, be your friend and protector. I care for you. Whatever you do, wherever you go, my heart will always welcome you. I give you my love unconditionally, always. ” Say those words inside (or similar one’s that you make up) with full meaning, even though it is to a being only in your imagination. Say them many times until you feel the joy of Metta arise in you heart like a golden glow. Stay with this exercise until the feeling of Metta is strong and stable. Metta Includes Compassion Loving-kindness includes compassion, so you can use compassion to generate Metta. You look at that imaginary being and focus on its suffering, real or potential. You see the fact that it is subject to pain — not just physical pain but also the mental pain of loneliness and rejection. You see how very vulnerable it is. When I do this with my little imaginary kitten I always think that there’s no one else in the whole world to look after that small being. If I don’t look after it, if I don’t take it in, I just imagine what sort of death that little being is going to have — cold, rejected, hungry, thirsty and sick. When I start to see the suffering (the dukkha), in that being and how it is so vulnerable to pain, then straight away it encourages compassion in me towards it. I want to protect and care for it. As soon as that compassion, that sense of looking after the little being comes up, it’s very easy at the same time to have loving-kindness, (which is basically goodwill). Compassion is goodwill towards someone who’s suffering. In this instance it’s goodwill to ease the suffering of that imaginary being, and if its not suffering, to make its happiness even more delightful. I deliberately generate feelings of goodwill, of kindness, of compassion and of care. All of these words are centering in on this concept of “loving-kindness”, and I enter into a commentary with myself at this time, just imagining what might happen to that being, imagining looking after it, saying words of kindness, of protection. I do imaginary exercises like getting eye contact with that little being. When you can actually contact the imaginary being’s eyes it becomes very emotional. Then I just keep on developing those images. I continue that commentary until such time that the loving-kindness towards that imaginary being is really, really strong. You will find — at least I find anyway — that it’s so much easier to light a fire of loving- kindness on such easy kindling. First of all, my imaginary kitten is a lovely furry animal. It’s imaginary, so I can make it whatever I want. It’s young. If it were actually real even little kittens can sometimes be pests. But if it’s imaginary you’ve got full control over it to make it as furry, or as soft as you like. It purrs at the right time, and it doesn’t poo on your lap. So you can do everything you want, just to make it a very nice little being. It’s imaginary. You’ve got control over it. Choose An Object You Can Relate To One person I know didn’t have much empathy towards little animals, nor did she like children. What she did was very innovative. She’d just been planting some small flowers in some pots in her house; so she just imagined a small plant in the earth. Just like the little kitten or the puppy, the plant is also a being that needs care and protection. She put all her motherly instincts, which she didn’t really have towards children, towards that little plant, nurturing it and just imagining it growing. When it was a young seedling, it was just so tender and so easily hurt and broken. It had a long way to go before it was a full fledged flower. She imagined herself nurturing it, protecting it, loving it, caring for it until such time that the little flower burst forth and repaid her kindness with this beautiful smile of a flower in bloom. She really “got off” on that. That was for her the first time that meditation actually seemed to work. It was the first time she wasn’t waiting for me to ring the bell. So this is another way of developing loving- kindness, instead of towards an animal or a human being, towards even a plant. And you can do that. The point is, as long as you are nurturing this emotion and making it grow, you’re allowed to use your commentary, and it’s good to use it at this point to keep the fire burning. When you put a match to a piece of paper, you’ve got to blow; you’ve got to fan. You’ve got to keep it going. Sometimes you need two or three matches to get it alight. You work until the fire is going, and once loving-kindness is going, always remember to experience the warmth from time to time. So you’re working to get the fire going, but you’re also pausing now and again, to experience the result of your work. And as you see the result of your work, it gives you encouragement. So you’re just using this imaginary “kindling” as a means to develop loving-kindness, to get it started. As you go along, quite naturally you’ll be aware of the feel of loving-kindness. When the flame starts to take and there’s a fire starting, you can feel its warmth. Loving- kindness when it gets started is a very pleasurable emotion. Once you start to feel its warmth, then you really get into it. How Metta Grows and Expands its Horizons Now let go of the imaginary being, and imagine in its place a real person, someone very close to you emotionally, your best friend maybe. Choose someone to whom you also find it easy to generate and maintain loving- kindness towards. With inner speech say to them: “May you live in happiness. I sincerely wish you joy. I give you my love, without discrimination. You will always have a place in my heart. I truly care for you.” — or similar words of your own design. Use whatever arouses the warm glow of Metta in you heart. Stay with this person. Imagine they are right before you until the Metta glows bright and constant around them. When the Metta glows bright and constant, let go of the image of that person. Substitute another close acquaintance, creating the feeling of Metta around them using your inner speech in the same way: “May you live in happiness…” Next substitute a whole group of people, perhaps all of the people who are in the house you are in. Develop the caring glow of Metta around them, all in the same way. “May you all be happy and well…” A Lotus of Love in Our Hearts See if you can imagine Metta to be a golden radiance coming from a beautiful white lotus flower in the middle of your heart. Allow that radiance of loving-kindness to expand in all directions, embracing more and more living beings, until it becomes boundless, filling up all that you can imagine. “May all living beings, near or far, great or small, be happy and at peace…” Bathe the whole universe in the warmth of the golden light of loving-kindness. Stay there for a while. Now imagine yourself, as if looking in a mirror at yourself. Say with your inner speech, with full sincerity: “ I wish me well. I now give myself the gift of happiness. Too long the door to my heart has been closed to me; now I open it. No matter what I have done, or will ever do, the door to my own love and respect is always open to me. I forgive myself unreservedly. Come home. I now give myself that love which does not judge. I care for this vulnerable being called ‘ me’. I embrace all of me with the loving- kindness of Metta…” Invent your own words here to let the warmth of loving-kindness sink deep inside you, to that part which is most frightened. Let it melt all resistance until you are one with Metta, non- limiting loving-kindness, like a mother to her child. When you feel it is time to conclude, pause for a minute or two to reflect on how you feel inside. Notice the effect that this meditation has had on you. Metta meditation can produce heavenly bliss. Now imagine that golden glow of Metta one more time, originating from the beautiful white lotus in your heart. Gently draw that golden light back into the lotus, leaving the warmth outside. When the glow is a tiny ball of intense light in the center of the lotus, gently close the petals of the lotus, guarding the seed of Metta within your heart, ready to be released again in your next Metta meditation. Open your eyes and get up slowly. Recapitulation Now to recapitulate what we’ve covered so far: when you practice the above method of Metta meditation, it is helpful to use easy objects at the beginning. Again Metta meditation is like lighting a fire. You start by using some paper and kindling which easily takes the flame. Once that is alight, you put on some thicker sticks, and when these are burning well, you add some bigger pieces of wood. Eventually, once the fire is established, you can put on the big pieces of fuel. When the fire is roaring you can even put on a big, wet and sappy log, and there is enough heat for that to catch light and burn too. In this simile, the “big, wet and sappy log” stands for your “enemy,” someone you find it especially hard to forgive and be kind to. This enemy is often yourself. Once Metta has been established on the easy objects, though, you will be surprised at how even the “enemy” can “take the flame” of Metta. You find, in this way, that you can actually love your enemy.

Rabu, 25 Agustus 2010

Karma & Fate-Dogma

Karma should not be confused with fate...

Just like science and religion are in many instances, incomparable. Science is based on unbiased observations, analytical confirmation of the facts, verified evidences, rational and logical research, the true nature of reality. On the other hand, religion claims infallibility. Many religions rely hardly on faith, the ability of human brain to creatively generate illusion. Invoking fear and social pressure. Giving delusion of consolation.

Fate is the notion that man's life is pre-planned for him by some external power, and he has no control over his destiny. Some monotheism religions have this kind of dogma.

Karma on the other hand, can be changed. Because a man is a conscious being he can be aware of his karma and thus strive to change the course of events. A man is able to choose on how to act or react. The options of any actions and thoughts will have distinctive consequences.

Thus, karma is a physical science: the law of action-reaction. And fate is a dogma of faith, just like telling your son about the crying god when the rain's pouring. And now we know the truth as the science unwoven the rain as the water evaporated from the sea.

Alas, my karma will run over your dogma...

Sabtu, 21 Agustus 2010

Buk-Ber

Hari sabtu tanggal 21 Agustus 2010,
SupeReden main ke rumah eyek&nenek, mau ikut buka bersama.
Betah sekali digendong eyeknya
Ngga betah digendong neneknya.
Karena sekarang, SupeReden senengnya digendong gaya terbang.
Karena udah bisa tengkurap dan sudah biasa sehari2 tengkurap.
Jadi digendongnya juga gaya tengkurap seperti superman terbang
Ada-ada aja kamu Re...

Kata Pertama: Mamm...maa

Me & my mom
Whenever I'm feeling worry
My mom will be there to carry Me and the fear subsides..
I love my mom,
She's so pretty
And whenever I'm in blue
My mother will always be true
That it takes only a smile to do
To take my heart into
The state of joy with two..
My mom and dad love me too
They always make my day
In whatsoever state I am
Their love is unconditional to me
My dad is a cheerful person
Create many jokes and bring laughter
To every place we go..
Someday I will be like my mom&dad
Travelling around and growing old Together we shall be a happy family
With wisdom and peace in mind..
What a beautiful wife; said my dad
What a beautiful life is what I hear!

Jumat, 20 Agustus 2010

Redenisme 2.0: Trisila

Sesungguhnya, Pancasila cukup tiga sila saja. Sila 'Persatuan Indonesia' dan sila 'Kerakyatan yang dipimpin oleh blablabla..' itu tidak perlu. Negara kita, bahkan dunia, hanya membutuhkan tiga ideologi; Trisila.

Trisila: Berketuhanan, Kemanusiaan, Keadilan. Persatuan Indonesia tidak perlu ditegaskan dan memang tidak bisa dipaksakan. Jika negara bisa memberikan keadilan sosial bagi seluruh rakyatnya, pastilah persatuan otomatis terjadi. Jika masyarakat berperikemanusiaan dan mengikuti perintah Tuhan untuk mencintai sesama, pastilah kesatuan otomatis tercipta.

Dan jika pemimpin mengikuti ajaran-ajaran Tuhan yang berperikemanusiaan dan adil, tak perlulah lagi kepemimpinan lewat kebijaksanaan musyawarah-mufakat. Kebijaksanaan tinggal mengikuti kebijakan Tuhan yang manusiawi dan adil. Hanya ada satu jalan lurus, mengikuti norma yang tertinggi: Ketuhanan, Kemanusiaan, dan Keadilan.

Berketuhanan bukan berarti menjadi fanatik dan ekstrimis-teroris. Berketuhanan berarti mengerti kalau Tuhan itu ada, bahkan Tuhan pun adalah ketiadaan itu juga, karena Tuhan segalanya. Tuhan adalah satu dan tidak ada yang di luar satu, karena Tuhan juga yang tidak ada, serta yang ada mencakup semuanya.

Dan semua agama wajib dihormati selama masih berperikemanusiaan dan adil. Agama adalah alat, semua orang merdeka memilih alat untuk mengenal Tuhannya. Agama bukanlah Tuhan, bahkan yang tidak beragama pun berhak merdeka dan wajib dihormati juga. Selama kita saling menghargai nilai-nilai kemanusiaan dan menjunjung keadilan.

Bahkan, saking pribadinya urusan berketuhanan ini; sila-nya cukup dua saja. Berperikemanusiaan dan Berkeadilan. Adil&Manusiawi. Dwisila jika diterapkan akan lebih dahsyat dari Pancasila karena lebih fokus. Kita tidak perlu penataran P4 untuk mengaplikasikan Dwisila ini. Cukup dijadikan budaya bangsa dan dasar negara. Maka, pasti negeri kita akan makmur-sejahtera, damai-sentosa. Bahagia.

Mulailah dari diri sendiri, dengan hal-hal yang sederhana yang bisa dilakukan sekarang. Adil&Manusiawi. Berikan senyuman kepada semua, atasan dan tukang sapu, mertua dan anak, bahkan ke diri sendiri. Cintai teman&keluarga, belajar mencintai yang lain bahkan sampai orang yang dibenci. Cintai diri dan segalanya. Dan tegakkan keadilan dimana kita berada dengan semangat cinta-kasih.

Pada akhirnya, hanya ada satu sila: CINTA...

Senin, 16 Agustus 2010

RedenMon 2.0 (The Sequel)

Siap-siap kisah kelanjutannya!!!

My Hope, My Love, Our Happiness

The Hope of Loving

by: Meister Eckhart
Transl. Daniel Ladinksky What keeps us alive, what allows us to endure?

I think it is the hope of loving,
or being loved.

I heard a fable once about the sun going on a journey
to find its source, and how the moon wept
without her lover’s
warm gaze.

We weep when light does not reach our hearts. We wither
like fields if someone close
does not rain their
kindness
upon
us.

Hope

Hope is the Thing with Feathers

By: Emily Dickinson  

"Hope" is the thing with feathers
That perches in the soul
And sings the tune without the words
And never stops at all,

And sweetest in the gale is heard;
And sore must be the storm
That could abash the little bird
That kept so many warm.

I've heard it in the chillest land
And on the strangest sea,
Yet never, in extremity,
It asked a crumb of me.

Sabtu, 14 Agustus 2010

Kisah Pokemon Reden: RedenMon

Di suatu planet yg indah, yg ukurannya hanya 0,00000000000000000000000001%
di banding jagat raya ini, terdapatlah seorang jagoan: Reza. Reza adalah superhero penyelamat Denta sehingga dia lolos dari kematian. Ngga berapa lama, mereka menikah dan pokemon mereka juga menyatukan kekuatan: ubur2 bermulut monyong dan moluska marsupial berotak encer. Pokemon mereke bekerja sama membentuk pokemon baru: redenmon!
Selama hampir 9 bulan Reza+Denta bekerja, hingga pokemon Denta, si ubur-ubur, berdarah-darah.
Dibantu profesor Riyana, akhirnya pokemon reden atau disebut; Redenmon, lahir ke dunia ini.
Dengan selamat, tanpa perlu operasi khusus. Memang ada sedikit cerita tantang keluarnya Redenmon, dimulai dari omongan Reza yang mengikhlaskan Redenmon keluar sebelum tanggal 25.
Redenmon lahir pada tanggal 7 dan dimulai dari jam 2 pagi prosesnya, dengan pecahnya gelembung air si Pokemon ubur-ubur.
Tapi tidak lama, jam 7 lewat Redenmon untuk pertama kalinya melihat dunia.
Perjuangan yang cepat dan patut disyukuri, dibantu doa kakek dan peralatan profesor Riyana, kesakitan Denta jadi senyum kebahagiaan.
Ditunggui sang duo nenek, Redenmon muncul dengan rambut gondrongnya, seberat 3,5 kg dan panjang 51 cm.
Tangis haru pun menghiasi rupa sang ayah, Reza. Kini Redenmon sudah sangat pintar dan menjadi jagoan baru.
Tunggu petualangan kami selanjutnya, stay tuned!!!

Selasa, 10 Agustus 2010

I'm Scared but I'm Afraid I must Face The Fear Anyway!!!

Saat kita menghadapi sesuatu yang tak pasti,
kita bingung -lalu takut.
Ketakutan melumpuhkan kita...
Diri ini terdiam, tak tahu harus bagaimana.
Rasanya ingin berlari, menghindari perasaan
ini.
Namun sejauh apapun kita mundur dan
menghindar, rasa takut itu semakin mengejar.
Seperti mimpi buruk yang memaksa kita terus
berlari ketakutan.
Yang pada akhirnya, kita akan jatuh di luband
yang tak berdasar.
Keputusasaan -akhir dari keberadaan.
Atau kita bisa maju.
Maju terus ke depan, hadapi rasa takut itu.
Penuh kepercayaan diri, meski tak ada alasan
untuk itu.
Maju ke depan, menuju sesuatu yang tak pasti.
Dan akan ada peluang untuk berhasil melawan
ketakutan itu.
Kita bisa belajar, meski gagal.
Kita akan mampu bangkit lagi, dan
memperoleh hikmah dari kesalahan.
Dan mungkin saja kita menang, dan
berkesempatan untuk tumbuh.
Menjadi lebih besar dari apa yang kita bisa
duga.
Berkembang menjadi pribadi yang lebih
tangguh dari yang kita kira.
Menaklukan ketidakpastian lainnya, rasa takut
dan tantangan yang lebih mencekam.
Tapi kita akan mampu bertahan, selama
percaya dengan diri sendiri.
Meskipun tak ada alasan untuk percaya.
Kita terus maju, hadapi dengan senyuman dan
kepala tegak.
Dengan terus melangkah -walau takut, kita bisa
saja sukses.
Mengubah mimpi buruk ini menjadi mimpi
indah itu.
Menciptakan dunia yang lebih baik untuk hati
kita berbunga.
Dan setidaknya, membuat jiwa kita menjadi
jiwa yang pandai bersyukur.

Senin, 09 Agustus 2010

Semoga Semua Mahluk Berbahagia - Sedia Payung Sebelum Hujan!

Sedia payung sebelum hujan
Sungguh merupakan sebuah filosofi yg mendalam...

Sediakan hati yg lapang
Sebelum ada yg menyulut kemarahan
Agar mampu memaafkan, tanpa perlu hadirnya penyesalan di kemudian...

Siapkan mental utk kegigihan
Sebelum menemui kegagalan
Agar tak mudah menyerah dan terus maju, hingga kesuksesan akhirnya berada dalam genggaman...

Sedia cinta sebelum tersakiti
Supaya kesedihan bisa ditanggung
Dan akhirnyapun senyuman tersungging, berbahagia selamanya...

Sabbe satta bhavantu sukhitatta!

Minggu, 08 Agustus 2010

Happy Anniversary

Reza dan Denta menikah tanggal 08 bulan 08 dan di tahun ini merayakan Ulang Tahun Pernikahan yang pertama. Reden adalah putra pertama kita yang juga berulang bulan tanggal 07 Agustus kemarin.

Sungguh merupakan berkah yang patut disyukuri. Kita mampu melampaui tahun pertama dengan baik dan anak yang sehat. Meski ada konflik, tapi kita selalu ingat cinta kita yang terikat perjanjian dalam pernikahan dan perjanjian sebelum kelahiran kita. Cinta yang indah, dihiasi tawa, romansa, dan kehangatan akan persahabatan.

Semoga pernikahan Reza&Denta selalu berlandaskan nilai saling menghargai, saling mendukung, dan kebersamaan dalam menciptakan keluarga yang penuh cinta. Khususnya untuk Reden agar menjadi pembawa cahaya kebaikan untuk kita.

Selamat Ulang Tahun Pernikahan yang Pertama untuk Reza&Denta...

Sabtu, 07 Agustus 2010

The End of Suffering

Di dunia yang penuh ketidakpastian, ada beberapa hal yang pasti: bahwa kita semua akan sakit, menua, dan akhirnya mati.
Singkatnya, penderitaan adalah hal yang pasti terjadi pada setiap orang.
Sedangkan kesenangan, hanya singgah bagai mimpi sesaat.
Kesenangan hanya bersifat sementara.
Kesenangan tergantung beberapa hal di luar diri yang terbatas.
Dan kesenangan semakin lama semakin berkurang nikmatnya, seperti menikmati makanan enak yang sering/banyak disantap, akhirnya membuat muak.
Akhrinya, kesenangan hanya seperti lapisan gula di tipis pada pil pahit.
Manisnya cepat habis seiring konsumsi dan akhrinya kita menemukan kenyataan pahit itu.
Hidup adalah penderitaan.
Untuk ada, eksistensi kita memiliki saudara kembar: ego.
Ego menyatakan identitas kita, individualitas kita, asa untuk ada.
Ego memampukan kita untuk bertahan hidup dan berjalan maju.
Ego mencipta estetika, romansa cinta, keluarga hingga negara.
Namun, ego juga membuat kita merasa: marah, benci, iri, dan segala emosi yang bikin sakit hati.
Ego bisa membuat kita depresi...
Dan banyak dari kita yang mencoba melupakan ego, menghilangkannya bahkan.
Banyak membantu orang lain, memikirkan kepentingan yang lain: anak, pasangan, karya, bangsa, agama, dan dengan berusaha setulusnya.
Kita mengalihkan perhatian dari diri sendiri/ego kepada yang lain.
Menolong orang, mencintai, dan bekerja hingga lupa diri.
Dan yang parah berusaha menghilangkan kesadaran dengan zat memabukkan.
Namun, selama kita ada di dunia, kita membutuhkan ego untuk hidup.
Ngerinya lagi, ego itu tak memiliki substansi: kosong.
Ego itu hampa...
Inilah ironi utama, ego membawa derita tak terelakkan.
Kehampaan...
Kita berusaha mengisinya dengan mitos-mitos, kisah bahwa ego yang abadi melewati kematian atau mengalami ribuan kehidupan.
Kita menganalisa dan berfilosofi, pada hal yang tak pasti: metafisika. Kita mencoba memikirkan persoalan-persoalan gaib yang tak bisa dibuktikan kebenarannya. Kita menjadi berspekulasi dan melupakan satu masalah, satu hal yang pasti:
Hidup adalah penderitaan.
Dan, kalau kita mau kita bisa menghadapi kenyataan yang pahit ini. Melenyapkan penderitaan dan menerbitkan kebahagiaan yang sejati.
Perjalanan yang berat meski tak mustahil. Dengan berkontemplasi, kita akan mendapatkan jawabannya:
Bahwa penderitaan ada akhirnya.
Derita bisa berakhir dengan upaya, dimulai dari pikiran yang jernih dan tidak berspekulasi, memandang segala sesuatu apa adanya, dan berbuat semaksimal mungkin untuk kebaikan sesama. Tidak sulit, namun tantangan utamanya adalah:
Melepaskan segala keterikatan.
Dengan merelakan semua mengikat pikiran kita, ego tak punya landasan untuk berdiri. Dan pada akhirnya ilusi kehidupan pun terkuak, tirai derita membuka pada kebahagiaan murni.
Tak perlu menuntut, cukup mencari dan menerima.
Tak perlu mengiba, cukup mencipta dan menerima.
Tak perlu mengharap, cukup menjaga dan menerima.
Dan tak perlulah lagi ketakutan itu, cukuplah kita amati, pelajari, dan hadapi...
Apa yang bisa kita lakukan setelah menerima semuanya apa adanya?
Kita bisa mencintai segalanya.
Dan pernyataan hidup adalah penderitaan berubah menjadi hidup adalah kebahagiaan.
Kebahagiaan adalah mencintai segalanya apa adanya...

Semoga Semua Mahluk Berbahagia!

Senin, 05 April 2010

Fooled by Randomness: A Fragile Blackswan Case

If heaven ever existed, created by the widest smile ever & it lasted only in three days
three options, three months deadline, and there was nonsense (an unworthy boy)
no eternal sunshine, only God live forever ... but I love thee deliberately

A vicious child wrecks the structure of randomness, a problem of epistemic opacity
I remind myself never to fail to acknowledge the insights brought by coincidences
Probability, the child of skepticism demands the right to contradict evidences
thee wanted to strip thinking from rhetoric, I just simply run out of luck
No more mood swings just long-lasting discipline to love irrevocably
the one to put my ego out and to be as humble as a loyal servant

just listen while shaken by emotion but not with the coward's exploration
Monday morning the star came with empty hopes crafted by diamonds

What is the mechanism that should convince you to solicit from specified struggles?
accidentally in love whilst searching for the ultimate placebo ...

Rare occurrences were poorly undervalued as infrequently as possible
When science is marred by a pernicious survivor-ship bias,
the signs are out there, as clear as the sky after the rain
The penultimate step before the issue of induction

the odd becomes statistically significant, nevertheless provide misinterpretation
would you put the best effort if it's mean to be? We could be in rejoice for two
You are the black-swan, generating the happiness for a moment
creating miseries for a mind to wander... A heart just to beat
do you understand? Try to comprehend, please!
Epiphany is the name of our twisted fate
destiny is a hand away, let's go tango
there is no dream like idealist
Wake up & strive for it
A perfect couple

C U LATER...

WHY SO SERIOUS? LIFE IS A BIG FUCKING JOKE, IT'S AN ADVENTURE... ENJOY THE RIDE!
UPS & DOWNS, DON'T MAKE ANY COMPLAINT.
WHEN IN BLUE, TAKE SOMEBODY TO BE WITH YOU, AND GO DANCING BENEATH THE PALE MOONLIGHT... SMILE !!!

Rabu, 31 Maret 2010

Seeing An Imperfect Person Perfectly...

The most gorgeous one, I adore her...


She with the bitter grin in the corner of her lips

Vanishing the blues out of her beautifully crafted- face

No more pride as the heart- breakin' conqueror


Nothingness was the ghost in the void at that moment

I can still recall the day she asked me to save her

Another brand new life to put all the past behind


Yet, her miseries were holding her back

to the yesterday I may not aware


Surely she was in pain

The smile and those pretty eyes of her

And then I asked her: Shall We Dance?

As she sang how jazzy her life has been


For those hours of darkness

She was standing right in front of me

Speaking words of wisdom, let it be...


She brought up my conscience

When the broken hearted people

Living in the world agree,

There will be an answer, let it be...


And when the night is cloudy,

There is still a light that shines on me.

Shine until tomorrow, let it be...


For though they may be parted there is

Still a chance that they will see

There will be an answer, let it be...


She never disappointed me

Her affection fit my pieces

Her imperfection amazes me

Her faith takes me beyond belief


O My Love,

I need time to compose the music

There will be no sorrow anymore

To the day after the eternity

To love you just like today


Just like one in the cloudy evening-sky

A midnight sun, the loyal moon

Always be there.