
Mengapa kita menderita?
Kita merana karena keinginan tidak sesuai kenyataan. Kita takut akan masa depan. Ada sesuatu yang mengancam. Kita menyesali apa yang telah terjadi yang telah memberikan kesusahan. Pikiran kita terus mengulang-ulang kepedihan yang sama: ketidaksesuaian harapan dengan realita.
Kita tidak bisa. Kita manusia biasa yang memiliki keterbatasan. Selama kita hidup di dunia ini, kita akan selalu memiliki kelemahan. Ketidaktahuan, kita tak bisa mengetahui segalanya. Penilaian, kita menjalani hidup dengan membanding-bandingkan. Kita bisa berjalan karena tahu mana yang panjang dan yang rendah. Pengukuran. Ilmu pengetahuan. Pikiran yang otomatis. Kita juga mengalami kekhawatiran. Kecemasan. Semua keputusan mengandung konsekuensi. Setiap pilihan memiliki dampak. Jalan manapun yang akan kita ambil, akan ada kerikilnya. Tikungan tajam. Naik dan turun. Seperti itulah kehidupan. Lalu apa yang bisa kita lakukan?
Jalani. Hadapi setiap kejadian dan pemikiran. Perasaan dan peristiwa. Sabar. Tabah. Semua akan berlalu. Masa-masa senang? Nikmatilah. Saat-saat kesulitan? Amati dan ambil pelajarannya. Seperti roller coaster, begitulah kehidupan. Kadang naik, seringkali turun. Namun kala turun, tunggu saja, pasti akan dilewati dan kembali naik. Atau datar-datar saja, sama seperti kehidupan. Sehari-hari. Jalani saja, dan hari pasti akan berakhir. Apapun yang terjadi, hadapilah! Bagaimana jika kita tidak kuat menahannya?
Kita bisa, hanya mungkin tidak tahu caranya. Penderitaan berasal dari pikiran. Jika kita tidak memiliki otak, tidak mungkin kita menderita, bahkan hidup. Kita tak bisa hidup tanpa otak kita. Tapi otak selalu mengulang-ulang pemikiran yang sama, seringkali malah membesar-besarkannya. ketakutan pada sesuatu yang belum terjadi. Terus terpikirkan. Penyesalan pada sesuatu yang tak bisa diubah. Makin teringat. Juga keinginan-keinginan yang berbeda dengan realita yang ada, menjadi sumber stres. Kita ada pada masa depresi menjadi penyakit yang umum. Yang bisa kita lakukan adalah; ikhlas, berbagi, dan optimis. Bagaimana kongkritnya ikhlas, berbagi, optimis?
Ikhlas berarti pasrah dan menerima. Bukan berarti kita menyerah, hanya saja kita tidak terlalu melekat. Erat berharap padahal harapan itu tidak realistis. Apa yang sudah terjadi, terima saja jangan ditolak dan dihindari. Apa yang belum terjadi, barulah kita boleh berharap. Tapi harapan harus tetap realistis dan didekati dengan proaktif. Itulah yang disebut optimis. Nah, kalau berbagi bisa berupa bersosialisasi, atau sekedar menulis pada diri sendiri. Bisa mencurahkan isi hati dan membagikan beban berat di dada (pikiran yang sedih). Atau boleh juga diartikan berbagi dengan membantu orang lain. Dengan menolong orang lain, kita jadi mengalihkan fokus. Daripada memikirkan diri sendiri dan kepedihannya, kita bisa melupakan duka pribadi dengan memikirkan orang lain yang kesulitan. Dan aktif berbuat baik. Kesimpulannya?
Jangan banyak berpikir. Khususnya memikirkan diri sendiri saja. Banyak-banyak bertindak. Aktif. Ketakutan, kekecewaan, kesedihan dan kemarahan hanyalah reaksi-reaksi kimia pada tingkat biologis. Pengaruhi reaksi-reaksi tersebut secara biologis-kimiawi juga. Makan, makanan yang enak dan nikmat, sehat dan bergizi. Ada banyak suplemen yang bagus. Olahraga juga baik. Berlarilah. Bermain bersama teman atau keluarga. Temui sahabat yang mau membantu. Atau terapis. Minum obat jika perlu. Cukup istirahat dan tidur. Lakukan hobi dan dengarkan musik. Hiduplah dengan aktif. Jangan berpikir terlalu panjang dan terlalu lama. Bantu saja orang lain. Ikuti kata hati nurani. Dan jika masih merana. Tunggu saja, segala reaksi kimia pasti ada akhirnya. Sabar sajalah! Lalu sementara bersabar?
Meditasi. Berkontemplasi dan merenung dengan kebijaksanaan. Taklukkan pikiran dengan pengamatan. Dan pada akhirnya, kita semua akan sampai disana. Pemadaman dari segala penderitaan. Nibbana. Nirvana. Nir wana. Jannah. Surga. Moksha. Kembali pada-Nya, Yang Maha Ada dan Yang Maha Gaib. Yang Tiada...
Tidak ada komentar:
Posting Komentar